Kamis, 31 Juli 2008

Sembilan Nyawa Kucing

Di negeri hewan ada seekor hewan yang sangat baik hati. Tahukah kau hewan apa itu? Hewan yang baik hati itu adalah kucing. Kucing sangat baik hati. Dia selalu menolong hewan lain yang sedang kesusahan. Tidak jarang dia sampai mengorbankan dirinya sendiri demi menolong hewan-hewan yang lain.

Pernah suatu kali seekor kucing menolong seekor burung yang terjatuh ke sungai. Air di sungai itu sangat deras. Si kucing berhasil menyelamatkan burung, tapi dia sendiri tidak kuat melawan arus air sungai yang deras. Si kucing pun mati tenggelam.

Pernah juga suatu kali seekor kucing menolong kambing yang akan dimangsa singa. Sekuat tenaga dia mengeong, mencakar, dan menendang singa yang akan memangsa kambing. Si kambing memang selamat, namun pada akhirnya si kucing yang kemudian dimangsa oleh sang singa.
Lain waktu, seekor kucing menolong seekor kelinci yang entah bagaimana naik ke pohon yang tinggi namun tidak dapat turun lagi. Si kucing berhasil membantu si kelinci turun dengan selamat, namun karena batang pohon yang dijadikan pijakan sudah tidak kuat menahan berat badan kucing, maka si kucing terjatuh ke tanah dan mati.

Raja Kucing sangat resah melihat hal ini. Dia sendiri adalah seekor kucing yang sangat suka menolong hewan lain, namun kalau terus-menerus harus mengorbankan diri sendiri, maka lama-kelamaan kucing yang ada di negeri hewan tentu akan musnah. Raja Kucing tidak mau kalau sampai kaumnya musnah. Maka suatu hari dia menemui Dewa Hutan untuk berkeluh kesah.
Dewa Hutan tinggal di jantung hutan. Rumahnya dikelilingi oleh bermacam-macam jenis tumbuh-tumbuhan. Rumahnya terbuka untuk semua tumbuhan dan hewan yang ingin datang berkunjung.
Raja Kucing kemudian menceritakan semua yang meresahkan hatinya itu. Dewa Hutan mendengarkan segala keluh kesah Raja Kucing dengan penuh perhatian.

“Baiklah… Aku akan membantu kaum kucing.” titahnya sambil berdiri. “Mulai saat ini akan kuberikan anugrah kuku yang kuat bagi kaum kucing, sehingga mereka dapat naik ke atas pohon untuk menolong binatang yang lain.”

Sejak saat itu, kucing memiliki kuku yang tajam. Mereka dapat naik ke atas pohon dengan cara menancapkan kuku-kuku mereka pada batang pohon.

Apakah masalahnya selesai begitu saja???

Ternyata tidak. Kaum kucing masih terus selalu menolong teman-temannya yang kesusahan, baik siang maupun malam. Pada malam hari, penglihatan mereka tidak terlalu baik. Alih-alih menolong teman yang kesusahan, mereka seringkali terjebak sendiri dalam situasi yang membahayakan jiwa mereka sendiri pada malam hari. Kuku yang kuat tidak dapat menolong mereka ketika mereka menyelamatkan teman-teman yang kesusahan pada malam hari. Kembali Raja Kucing menghadap kepada Dewa Hutan. Raja Kucing kembali menceritakan segala kerisauan hatinya.

Dewa Hutan mengangguk-anggukkan kepalanya, mendengarkan dengan serius apa yang dikatakan oleh Raja Kucing.

“Kalau begitu…” titahnya, “Akan kutambahkan anugrah baru kepada kaum kucing. Karena mereka adalah kaum yang baik hati, yang selalu bersedia menolong teman yang sedang kesusahan, kepada mereka kuanugrahkan mata yang bercahaya pada malam hari!!!”
Sejak saat itu, mata kucing selalu bersinar bila malam hari. Hal itu memudahkan mereka untuk melihat dalam gelap.

Namun, rupanya masalah belum selesai sampai di sana saja. Seperti yang sudah diceritakan tadi, kucing tidak segan-segan menolong temannya yang akan dimangsa hewan buas. Tentu saja kucing tidak akan menang melawan para hewan buas, pada akhirnya mereka lah yang kemudian akan dimangsa oleh hewan buas seperti singa, macan, beruang, buaya.

Ketika suatu saat terjadi kebakaran hutan yang hebat, kucing juga tidak segan-segan menolong teman-temannya yang terjebak dalam kobaran api. Banyak sekali kucing yang tewas terbakar karena menolong teman-temannya. Raja Kucing sungguh-sungguh khawatir akan kelangsungan hidup kaum kucing di hutan. Biarpun sudah diberi anugrah kuku yang kuat dan mata yang bercahaya pada malam hari oleh Dewa Hutan, namun tetap saja anugrah istimewa itu tidak banyak membantu.

Untuk ketiga kalinya, Raja Kucing kembali menghadap kepada Dewa Hutan.

“Sebelumnya, saya mohon ampun bila kedatangan saya kembali mengganggu ketenangan Dewa Hutan, namun sifat penolong kaum kucing yang berlebihan masih terus meresahkan hati saya…” keluh Raja Kucing kepada Dewa Hutan.

Kali ini Dewa Hutan tidak langsung memberikan anugrah baru kepada kaum kucing. Butuh waktu berhari-hari bagi Dewa Hutan untuk memikirkan apa yang harus dilakukan kepada kaum kucing. Pada hari kelima, Dewa Hutan memanggil Raja Kucing untuk menghadap.

“Sudah kupikirkan baik-baik apa yang harus kulakukan kepada kaum kucing. Pada dasarnya mereka memang memiliki sifat penolong dan sifat itu baik adanya, jadi biarlah mereka terus menolong teman-teman yang sedang kesusahan. Namun, sifat penolong yang berlebihan dapat merugikan diri mereka sendiri. Untuk itu aku menganugrahkan sembilan nyawa kepada kaum kucing. Mereka boleh menggunakan 8 nyawa mereka untuk menolong teman-teman dalam bahaya, namun nyawa ke-9 harus mereka sisakan untuk diri mereka sendiri.”

Sejak saat itu, kucing memiliki 9 nyawa. Mereka dapat mengorbankan 8 nyawa mereka untuk menolong teman-teman yang sedang dalam bahaya, namun nyawa ke-9 harus mereka sisakan untuk kelangsungan hidup mereka sendiri.

Raja Kucing sangat bahagia dengan anugrah itu, sekarang tidak ada lagi kucing yang mati gara-gara menolong sesama binatang lainnya.


Sembilan Nyawa Kucing - By Irena - Copyright 2005

Rabu, 23 Juli 2008

Rane, si Peri Bunga

Rane berlutut di tepi sungai. Wajahnya dicondongkan sehingga bayangannya terpantul dari air sungai. Dari tepi sungai dia dapat melihat bayangannya sendiri. Dia melihat pantulan bayangan peri bunga yang berkulit coklat, dengan mata yang berwarna hitam, dan dengan rambut hitam keriting. Di atas rambutnya tumbuh rumput-rumput liar. Peri bunga memang selalu memiliki tanaman yang tumbuh di atas rambut mereka, tapi Rane tidak ingin rumput liar tumbuh di atas rambutnya.

Dia mendongakkan kepala dan memandang Adelle yang sedang menggembalakan domba-dombanya. Adelle adalah peri bunga yang cantik. Kulitnya putih, matanya berwarna biru, rambutnya yang panjang dan berwarna coklat selalu berkilauan disinari matahari. Di atas rambutnya tumbuh berbagai macam bunga yang indah. Ada bunga matahari, bunga mawar, dan juga bunga melati . Semuanya adalah bunga yang cantik. Rane ingin bunga-bunga yang cantik juga tumbuh di atas rambutnya. Dia pernah mencoba menaruh bibit bunga mawar di atas rambutnya, tapi bunga mawar yang cantik itu tidak pernah tumbuh. Rambut Rane yang hitam keriting bukanlah tempat yang baik untuk bunga mawar. Rambut Rane hanya dapat ditumbuhi oleh rumput-rumput liar yang, menurut Rane, sama sekali tidak cantik.

Rane duduk memandangi anak-anak rusa yang digembalakannya. Mereka berlompat-lompat dengan lincahnya. Sekali lagi Rane mengalihkan pandangan kepada kulitnya yang berwarna coklat. Kelihatan kusam dan sama sekali tidak menarik!!! Dia ingin punya kulit putih seperti Adelle. Dia juga tidak menyukai matanya yang berwarna hitam. Dia ingin punya mata yang berwarna biru seperti Adelle. Rane mendengus kesal, rasanya dia sama sekali tidak cantik! Rane kembali memandang Adelle yang saat ini sedang bercanda dengan domba-dombanya. Adelle tersenyum senang dan terlihat semakin cantik saja!!!

Ketika itu, seorang peri bunga lain datang. Namanya Matine. Dia adalah sahabat Rane. Matine adalah peri bunga laki-laki, di atas kepalanya tumbuh tanaman kaktus.

“Hai Rane, apa yang kau lakukan?” sapanya. Dia lalu duduk di sebelah Rane, dan membaringkan tubuhnya. Tangannya diletakkan di bawah kepalanya. Rane tidak menjawab, matanya masih terus memperhatikan Adelle. Matine kemudian juga ikut memperhatikan Adelle yang masih tertawa-tawa bersama dombanya.

“Ooh, memperhatikan Adelle lagi ya?” ujarnya.

“Kenapa ya, aku tidak secantik dia?” tanya Rane. “Aku juga tidak dapat menumbuhkan bunga mawar yang cantik di atas kepalaku.”

Matine tertawa kecil, “Tidak ada yang sempurna. Meskipun rupamu tidak secantik Adelle, bukan berarti kamu tidak sempurna. Adelle juga, meskipun dia sangat cantik, tapi ada hal yang menjadi kekurangannya.”

Rane menoleh ke arah Matine, “Kekurangan?! Aku tidak tahu kalau dia punya kekurangan. Kekurangan apa yang kau maksud?”

Matine tidak menjawab. Dia hanya tertawa lalu memejamkan matanya.

Rane kembali memandang Adelle. Dia coba menduga-duga apa kekurangan Adelle, tapi tidak berhasil menemukan sesuatu yang menjadi kekurangannya. Rasanya Adelle sangat sempurna dan tidak memiliki kekurangan apapun. Rane kemudian juga merebahkan tubuhnya di samping Matine dan tertidur.

Rasanya belum lama dia tidur, ketika ada yang mengguncang-guncangkan bahunya. Rane membuka matanya dan tampak sosok Adelle yang sedang menangis. Rane bangun.

“Kenapa kau?” tanyanya. Pada saat itu, Matine juga terbangun

Adelle masih terisak-isak, “Dombaku jatuh ke tebing, aku sudah menolongnya, tapi kakinya terluka.” Adelle menangis lagi.

“Lalu? Bernyanyilah untuknya.” Peri bunga adalah tabib yang paling baik. Kalau ada yang sakit atau terluka, mereka akan bernyanyi, dan segala sakit atau luka akan sembuh dengan cepat.

Mata Adelle yang indah mengejap-ngejap gelisah. “Aku…. aku….aku tidak bisa bernyanyi.” Adelle tampak malu mengatakannya. “Dari dulu aku tidak bisa bernyanyi dengan baik. Suaraku jelek.”

Adelle memandang domba yang terluka itu dalam gendongannya. Kaki domba itu terluka parah, darah masih mengalir dari lukanya yang menganga. Agaknya kakinya terkena goresan batu ketika terjatuh.

“Oh, Rane…. tolonglah dombaku. Bernyanyilah untuk dia, kalau tidak dia akan mati.” Adelle menangis lagi.

Rane memandang domba kecil yang tampak kepayahan itu. Rane sangat menyukai binatang. Dia menyayangi semua binatang. Meskipun dia agak iri dengan Adelle, dia tidak tahan melihat si domba kecil yang kepayahan menahan sakit. Rane mengambil si domba kecil dari gendongan Adelle, dia menimang-nimang domba itu dalam pelukannya sambil menyanyikan sebuah lagu yang indah. Suara yang keluar dari mulutnya sangat jernih. Rusa-rusa gembalaannya berkumpul di sekeliling Rane, ikut mendengarkan sementara dia bernyanyi untuk domba kecil Adelle. Bunga-bunga di padang rumput itu juga ikut mendengarkan nyanyian Rane. Mereka semua mengarahkan mahkotanya ke arah Rane.

Luka pada kaki si domba kecil perlahan-lahan menutup dan kemudian hilang tak berbekas. Si domba kecil memandang Rane dengan pandangan terima kasih. Rane balas memandang si domba kecil. “Sekarang kamu sudah sembuh. Jangan nakal lagi ya. Jangan bermain terlalu jauh dari Adelle.” Rane melepaskannya. Si domba kecil melompat-lompat di sekeliling Rane, seperti ingin mengucapkan terima kasih.

“Terima kasih Rane.” Rane menoleh ke arah Adelle. “Suaramu indah sekali. Aku ingin sekali punya suara seindah suaramu.”

Rane tersenyum, “Terima kasih.” katanya kepada Adelle. Adelle pun kembali ke kawanan dombanya. Si domba kecil mengikuti dari belakang.

“Bagaimana?” tanya Matine yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka berdua. “Sudah tahu kekurangan Adelle?”

Rane mengangguk.

“Masih menganggap Adelle peri yang paling sempurna?”

Rane menggeleng.

“Aku sama sekali tidak tahu kalau Adelle tidak bisa bernyanyi. Setahuku, semua peri bunga bisa bernyanyi. Aku sendiri tidak menganggap suaraku istimewa, tapi aku sama sekali tidak tahu kalau
Adelle tidak bisa bernyanyi.”

Matine tertawa kecil, “Kamu terlalu sibuk memperhatikan kekuranganmu sehingga tidak menyadari kelebihanmu. Suaramu yang indah adalah kelebihanmu. Mulai sekarang, jangan selalu menganggap dirimu peri yang buruk rupa. Ingatlah bahwa kau punya suara yang indah, suara yang tidak dimiliki peri-peri lain, bahkan peri secantik Adelle.”

Rane tersenyum memandang Matine. Dia kemudian menyanyikan sebuah lagu untuk Matine dan rusa-rusanya. Lagu yang indah tentang kebahagiaan.

Rane, Si Peri Bunga - By Irena - Copyright 2003

Rane, The Flower-Fairy

Rane is kneeling down on the side of the river. She looks at her shadow. It’s a shadow of a dark skin flower-fairy, with dark-coloured eyes, and black bushy hair. On top of her hair, grow the wild grasses. Flower fairies always have some plans on top of their hair, but Rane doesn’t want any wild grass on her hair!!!

She looks up and sees Adelle who’s watching over her lambs. Adelle is the most beautiful flower-fairy. Her skin is fair, her eyes are blue, her hair, which is long and brunette, is always shiny. On top of her hair, grow a lot of beautiful flowers. There are sunflowers, roses, and jasmines. All of them are the most beautiful flower in the world. Rane wants all that beautiful flowers also. She has tried to put some roses seed on her hair, but the beautiful rose never appears. Her black and bushy hair is not a good place for the flower to grow. It can only carries the wild grass, which is not beautiful at all!!!

Rane sits and looks at her deers. They all are galloping here and there. Once again, Rane looks at her dark skin. It looks dirty and not pretty at all!!! She wants a fair skin like Adelle’s. She also doesn’t like her dark-coloured eyes. She would like the blue eyes like Adelle’s. Rane feels so crossed. She is very unpretty. Rane looks at Adelle whose now is playing with her lambs. Adelle is smilling and she looks even much prettier!!!

That time, a male flower-fairy, called Matine comes and sit next to Rane. He has cactus-plant on top of his hair.

“Hi Rane. What are you doing?” he asks Rane. He lays down and waits for Rane’s answer.

But Rane doesn’t seem to pay attention. Her eyes still look at Adelle. Matine then looks at Adelle.

“There you go… Still watching of Adelle?”

“Why can’t I look as pretty as she?” ask Rane, more to herself than to Matine. “I also cannot grow any beautiful flower on top of my hair.”

Matine laughs. “There’s no such thing as perfect as you think. Tough you don’t look as pretty as Adelle, doesn’t mean that you’re not perfect. So does Adelle. Though she looks so pretty, she has her minus too.”

Rane, looks so surprise, can’t believe her ears. “She has her minus? I can’t believe that. She is so perfect…”

Matine doesn’t answer. He closes his eyes and falls a sleep.

Rane looks at Adelle. She trys to figure out what’s her minus, but she can’t think of any. She is so perfect. How can a perfect flower-fairy like Adelle has a minus??? No way!!! Rane then lays down and falls a sleep.

It seems just a minute when somebody wakes her up. Rane opens her eyes and sees Adelle, with tears run down her cheeks.

“What happened?”

Adelle is still crying. “One of my lamb falls down the riverbank. I helped her to get up, but her feet is badly injured.”

“Then? Just sing for her…”

Flower fairy is the best curer for all injuries or wound. When somebody is hurt, all they have to do is just sing, and it will cure all the injury or the wound.

Adelle looks so shy, “I can’t sing. My voice is so bad.” She looks at the injured lamb. A lot of blood comes out from the wounded leg. It seems that the rocks scratched the leg when she fell down.
“Oh Rane. Please help my little lamb. Sing for her or otherwise, she’ll be dead!!!”

Rane looks at the little lamb. She loves animal so much and it’s hurt her feeling to see that little lamb. Rane takes the lamb and carry her so gentle. She sings a beautiful song. Her voice is so clear. All of her deers come close and gather around just to hear her song. All the flowers in the meadow are also listening to her song.

The wounded lamb get well so soon. She looks at Rane, her eyes are full of thanks.

“There you go. Don’t play too far from Adelle.”

The little lamb galloping around Rane, as if she wants to thanks Rane.

“Thanks a lot, Rane. Such a beautiful voice you have. I really envy you.”

Rane smiles, “You’re welcome.”

Then Adelle goes back to her lambs. The little lamb follows her.

“So?” Matine is watching all the time, “Do you know her minus?’

Rane nods her head.

“Still thinking that she is the perfect flower-fairy?”

She shakes her head. “I don’t know that she can’t sing. What I know
is every flower-fairy can sing. I don’t think my voice is special, but I really don’t know that Adelle can’t sing at all.”

Matine smiles, “You’re too busy searching for your minus that you don’t realize your beautiful voice. From now on, don’t just focus on your minus, but remember, you have a beautiful voice that not all the flower-fairies have, even the prettiest fairy like Adelle.”

Rane smiles and start to sing for Matine and for her deers. A beautiful song about happiness.

Rane, The Flower-Fairy - By Irena - Copyright 2003