Rabu, 23 Juli 2008

Rane, si Peri Bunga

Rane berlutut di tepi sungai. Wajahnya dicondongkan sehingga bayangannya terpantul dari air sungai. Dari tepi sungai dia dapat melihat bayangannya sendiri. Dia melihat pantulan bayangan peri bunga yang berkulit coklat, dengan mata yang berwarna hitam, dan dengan rambut hitam keriting. Di atas rambutnya tumbuh rumput-rumput liar. Peri bunga memang selalu memiliki tanaman yang tumbuh di atas rambut mereka, tapi Rane tidak ingin rumput liar tumbuh di atas rambutnya.

Dia mendongakkan kepala dan memandang Adelle yang sedang menggembalakan domba-dombanya. Adelle adalah peri bunga yang cantik. Kulitnya putih, matanya berwarna biru, rambutnya yang panjang dan berwarna coklat selalu berkilauan disinari matahari. Di atas rambutnya tumbuh berbagai macam bunga yang indah. Ada bunga matahari, bunga mawar, dan juga bunga melati . Semuanya adalah bunga yang cantik. Rane ingin bunga-bunga yang cantik juga tumbuh di atas rambutnya. Dia pernah mencoba menaruh bibit bunga mawar di atas rambutnya, tapi bunga mawar yang cantik itu tidak pernah tumbuh. Rambut Rane yang hitam keriting bukanlah tempat yang baik untuk bunga mawar. Rambut Rane hanya dapat ditumbuhi oleh rumput-rumput liar yang, menurut Rane, sama sekali tidak cantik.

Rane duduk memandangi anak-anak rusa yang digembalakannya. Mereka berlompat-lompat dengan lincahnya. Sekali lagi Rane mengalihkan pandangan kepada kulitnya yang berwarna coklat. Kelihatan kusam dan sama sekali tidak menarik!!! Dia ingin punya kulit putih seperti Adelle. Dia juga tidak menyukai matanya yang berwarna hitam. Dia ingin punya mata yang berwarna biru seperti Adelle. Rane mendengus kesal, rasanya dia sama sekali tidak cantik! Rane kembali memandang Adelle yang saat ini sedang bercanda dengan domba-dombanya. Adelle tersenyum senang dan terlihat semakin cantik saja!!!

Ketika itu, seorang peri bunga lain datang. Namanya Matine. Dia adalah sahabat Rane. Matine adalah peri bunga laki-laki, di atas kepalanya tumbuh tanaman kaktus.

“Hai Rane, apa yang kau lakukan?” sapanya. Dia lalu duduk di sebelah Rane, dan membaringkan tubuhnya. Tangannya diletakkan di bawah kepalanya. Rane tidak menjawab, matanya masih terus memperhatikan Adelle. Matine kemudian juga ikut memperhatikan Adelle yang masih tertawa-tawa bersama dombanya.

“Ooh, memperhatikan Adelle lagi ya?” ujarnya.

“Kenapa ya, aku tidak secantik dia?” tanya Rane. “Aku juga tidak dapat menumbuhkan bunga mawar yang cantik di atas kepalaku.”

Matine tertawa kecil, “Tidak ada yang sempurna. Meskipun rupamu tidak secantik Adelle, bukan berarti kamu tidak sempurna. Adelle juga, meskipun dia sangat cantik, tapi ada hal yang menjadi kekurangannya.”

Rane menoleh ke arah Matine, “Kekurangan?! Aku tidak tahu kalau dia punya kekurangan. Kekurangan apa yang kau maksud?”

Matine tidak menjawab. Dia hanya tertawa lalu memejamkan matanya.

Rane kembali memandang Adelle. Dia coba menduga-duga apa kekurangan Adelle, tapi tidak berhasil menemukan sesuatu yang menjadi kekurangannya. Rasanya Adelle sangat sempurna dan tidak memiliki kekurangan apapun. Rane kemudian juga merebahkan tubuhnya di samping Matine dan tertidur.

Rasanya belum lama dia tidur, ketika ada yang mengguncang-guncangkan bahunya. Rane membuka matanya dan tampak sosok Adelle yang sedang menangis. Rane bangun.

“Kenapa kau?” tanyanya. Pada saat itu, Matine juga terbangun

Adelle masih terisak-isak, “Dombaku jatuh ke tebing, aku sudah menolongnya, tapi kakinya terluka.” Adelle menangis lagi.

“Lalu? Bernyanyilah untuknya.” Peri bunga adalah tabib yang paling baik. Kalau ada yang sakit atau terluka, mereka akan bernyanyi, dan segala sakit atau luka akan sembuh dengan cepat.

Mata Adelle yang indah mengejap-ngejap gelisah. “Aku…. aku….aku tidak bisa bernyanyi.” Adelle tampak malu mengatakannya. “Dari dulu aku tidak bisa bernyanyi dengan baik. Suaraku jelek.”

Adelle memandang domba yang terluka itu dalam gendongannya. Kaki domba itu terluka parah, darah masih mengalir dari lukanya yang menganga. Agaknya kakinya terkena goresan batu ketika terjatuh.

“Oh, Rane…. tolonglah dombaku. Bernyanyilah untuk dia, kalau tidak dia akan mati.” Adelle menangis lagi.

Rane memandang domba kecil yang tampak kepayahan itu. Rane sangat menyukai binatang. Dia menyayangi semua binatang. Meskipun dia agak iri dengan Adelle, dia tidak tahan melihat si domba kecil yang kepayahan menahan sakit. Rane mengambil si domba kecil dari gendongan Adelle, dia menimang-nimang domba itu dalam pelukannya sambil menyanyikan sebuah lagu yang indah. Suara yang keluar dari mulutnya sangat jernih. Rusa-rusa gembalaannya berkumpul di sekeliling Rane, ikut mendengarkan sementara dia bernyanyi untuk domba kecil Adelle. Bunga-bunga di padang rumput itu juga ikut mendengarkan nyanyian Rane. Mereka semua mengarahkan mahkotanya ke arah Rane.

Luka pada kaki si domba kecil perlahan-lahan menutup dan kemudian hilang tak berbekas. Si domba kecil memandang Rane dengan pandangan terima kasih. Rane balas memandang si domba kecil. “Sekarang kamu sudah sembuh. Jangan nakal lagi ya. Jangan bermain terlalu jauh dari Adelle.” Rane melepaskannya. Si domba kecil melompat-lompat di sekeliling Rane, seperti ingin mengucapkan terima kasih.

“Terima kasih Rane.” Rane menoleh ke arah Adelle. “Suaramu indah sekali. Aku ingin sekali punya suara seindah suaramu.”

Rane tersenyum, “Terima kasih.” katanya kepada Adelle. Adelle pun kembali ke kawanan dombanya. Si domba kecil mengikuti dari belakang.

“Bagaimana?” tanya Matine yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka berdua. “Sudah tahu kekurangan Adelle?”

Rane mengangguk.

“Masih menganggap Adelle peri yang paling sempurna?”

Rane menggeleng.

“Aku sama sekali tidak tahu kalau Adelle tidak bisa bernyanyi. Setahuku, semua peri bunga bisa bernyanyi. Aku sendiri tidak menganggap suaraku istimewa, tapi aku sama sekali tidak tahu kalau
Adelle tidak bisa bernyanyi.”

Matine tertawa kecil, “Kamu terlalu sibuk memperhatikan kekuranganmu sehingga tidak menyadari kelebihanmu. Suaramu yang indah adalah kelebihanmu. Mulai sekarang, jangan selalu menganggap dirimu peri yang buruk rupa. Ingatlah bahwa kau punya suara yang indah, suara yang tidak dimiliki peri-peri lain, bahkan peri secantik Adelle.”

Rane tersenyum memandang Matine. Dia kemudian menyanyikan sebuah lagu untuk Matine dan rusa-rusanya. Lagu yang indah tentang kebahagiaan.

Rane, Si Peri Bunga - By Irena - Copyright 2003

Tidak ada komentar: